(Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Banda Aceh Periode 2006-2007)
Kilas Balik..,
Sejarah mungkin berulang. Ketika seorang Jenderal besar berbicara yakni Jenderal Soedirman mengatakan “HMI bukan saja Himpunan Mahasiswa Islam, tetapi HMI juga Harapan Masyarakat Indonesia” itulah secerca harapan yang hendak penulis coba paparkan lewat tulisan ini, dimana ketika pergerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) beberapa puluh tahun yang silam menjadi harapan masyarakat Indonesia ketika perlawanan megusir penjajah dari bumi Ibu Pertiwi. Kader HMI yang dari dulu sampai dengan sekarang telah ikut berperan aktif diberbagai lapisan kehidupan masyarakat serta memberi kontribusi yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembagunan di negeri ini yang tidak bisa dilupakan begitu saja dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Lembaga yang telah banyak melahirkan para cendikiawan yang berfikir kearah perubahan ini dididik dari berbagai disiplin ilmu yang didapatkan dari perguruan tinggi yang merupakan almamaternya pertama, dan HMI sendiri sebagai almamaternya yang kedua tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja terhadap kemajuan umat hari ini.
Baik orang dalam maupun luar mengakui bahwa kader HMI adalah sosok anak negeri yang banyak menjawab berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini. Bulan Mei mendatang kita akan memperigati sewindu reformasi (Mei 1998-Mei 2006) apa yang telah kita capai selama delapan tahun reformasi di negeri kita Indonesia. Praktik bisnis yang curang, penegakan hukum yang berat sebelah alias pincang ibarat pisau tajam kebawah tumpul keatas, perawatan kesehatan yang asal-asalan, pendidikan yang tidak bermutu, eksploitasi keuangan yang mengatas namakan biokrasi, penjarahan terhadap lingkungan hidup, pembengkakan terhadap pengangguran, dan persoalan yang paling berat saat ini yang dihadapi oleh bangsa kita adalah persolan kemiskinan.
Perjalanan reformasi bagaikan sebuah BUS yang menabrak tumpukan bukit sehingga mencederai banyak penumpang, inilah fenomena yang terjadi saat ini yang membuat rakyar menghela nafas panjang kekecewaan terhadap buah yang dihasilkan oleh reformasi, bukan mengubah keadaan negeri ini menjadi lebih baik akan tetapi sebaliknya menjerat rakyat jelata. Para penguasa dinegeri ini tertawa diatas kesedihan rakyat kecil yang seolah-olah mereka berpihak kepada kepentingan masyarakat, namun setelah mereka mendapatkan kursi empuk di parlemen atau menjadi pejabat Negara, meraka berubah menjadi koruptor kelas kakap.
Jelas-jelas bahwa kenyataannya reformasi yang digulirkan, hari ini telah gagal mencapai tujuannya untuk mengubah nasib rakyat kecil menjadi lebih baik. Sebetulnya, harapan rakyat tidak terlalu muluk-muluk, rakyat hanya perlu pendidikan murah, lapangan pekerjaan yang luas sehingga tidak ada lagi pengangguran, tersedia makanan yang murah, dan masyarakat yang hidup damai sentosa bukan masyarakat yang butuh akan sebuah kekayaan. Akan tetapi siapa kini yang akan menjawab dan memimpin serta membawa sebuah perubahan kepada rakyat. Apakah para pakar, yang sekarang lebih tergoda mengolok-olok model komunikasi politik pemerintah, ataukah tokoh LSM yang sekarang telah jarang berpromosi terhadap HAM karena kurang biaya, ataukah Universitas yang lebih suka menerima riset pesanan birokrasi dan dunia bisnis ketimbang mengukur kedalaman demokrasi dan keadilan, ataukah mereka yang berada di parlemen yang sekarang amat gembira memagari diri dari gangguan rakyat, cuma hanya ada-harapan dan harapan yang hadir dalam benak rakyat itu sendiri.
Apa Masalahnya..?
Berdasarkan kilas balik permasalahan diatas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut tetang beberapa permasalahan yang hari ini mungkin kita lupakan. Atau barang kali ketika mengenal yang namanya ORGANISASI, kita salah dalam mendefinisikannya, sehingga ketimpangan-ketimpangan dengan nyata kita rasakana. Mungkin perlu kita pertanyakan kembali terhadap hal-hal yang sifatnya mendasar bagi kita sebagai seorang organisator, mengapa semuanya sangat bertentangan dengan apa yang kita perjuangkan dulu??? Mari kembali kita bertanya kepada diri kita masing-masing :
1. Mengapa Kita Harus Berorganisasi ?
2. Bagaimana Yang Dimaksud Dengan Ideologi ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip Organisasi?
Apa itu ORGANISASI
Kebanyakan orang mulai berorganisasi jika keinginan-keinginannya dipenuhi oleh organisasi tersebut. Berbagai latar belakang mendorong orang masuk dalam organisasi. Ada yang berlatar belakang heroisme, patriotisme, karir, ikut-ikutan, ingin tahu, dendam atau apapun juga sebagai motivasi awal. Namun sesuai dengan perkembangannya, organisasi akan mengarahkan setiap anggotanya sesuai dengan kemampuan masing-masing agar berguna buat kepentingan dan tujuan organisasi.
Sebagai sebuah organisasi perjuangan, sebuah organisasi revolusioner sangat ditentukan oleh kekuatan massa rakyat, anggota dan kepemimpinannya. Tapi diatas semua itu, politik dan ideologilah yang akan lebih banyak menentukan watak perjuangan setiap anggota dan organisasi itu sendiri. Sebanyak apapun anggotanya, sekuat apapun fasilitas yang dimiliki oleh organisasi, ia akan tumpul dan tidak menjadi senjata perjuangan yang ampuh jika tidak dipimpin oleh ideologi dan politik.
Organisasi adalah alat untuk mencapai ideologi dengan politik atau cara tertentu. Untuk mencapai tujuan (ideologi) dan melalui cara (politik) tertentu tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa kepemimpinan, anggota atau tanpa dukungan massa rakyat yang luas. Maka sebuah organisasi diperlukan sebagai alat yang menyatukan kekuatan setiap anggotanya, massa rakyat dan kepemimpinan dalam satu komando bersama.
Secara mudah untuk mengerti kesatuan antara pimpinan, anggota dan massa rakyat dalam sebuah organisasi adalah dengan mengambil perumpamaaan. Seperti sebuah kereta api, organisasi memelurkan lokomotif yang akan menarik dan memimpin perjalanan gerbong-gerbong (Cabang-ranting-anggota-kader) yang berisikan penumpang (massa rakyat). Kereta api tersebut memerlukan cara atau jalan untuk mencapai tujuan akhirnya. Ia harus mampir dibeberapa stasiun, mengisi bahan bakar, memperbaiki mesin, menambah atau mengurangi gerbong, menambah atau mengurangi penumpang, sesuai dengan kekuatannya.
Organisasi juga dapat dilihat sebagai sebuah pedang, alat tempur untuk mengalahkan musuh-musuh rakyat. Kekuatan dan ketajaman pedang sangat tergantung pada kemampuan pimpinan, anggota dan massa rakyat yang sedang melawan kezaliman dan ketidak adilan. Organisasi seperti pedang, kalau tidak terus diasah dan digunakan akan menjadi karatan dan tidak berguna. Oleh karena itu kekuatan organisasi sebenarnya sangat tergantung pada pertentangan kritis didalam tubuh organisasi dan pertempuran nyata melawan penindasan yang akan semakin membuat organisasi semakin kuat dan tajam.
What is IDEOLOGI
Ideologi adalah tujuan akhir yang diinginkan. Sistem massa rakyat macam apa yang dicita-citakan. Sampai sekarang ideologi yang menjadi jelas bagi perjuangan adalah ideologi yang berisikan nilai-nilai kerakyatan, keadilan dan demokrasi. Keinginan dan dorongan untuk membentuk masyarakat yang semulia-mulianya demikian itulah yang menjadi batu bara bagi kereta api perjuangan kita. Ideologi itulah yang sebagai bahan dasar terbentuknya pedang.
Kekuatan sebuah pedang akan sangat ditentukan oleh bahan dasarnya. Jika bahan dasarnya tidak kuat dan mudah rusak maka pedang tersebut pun akan mudah rusak atau terpatahkan oleh lawan. Jika pedang tersebut terbuat dari baja yang tidak terkalahkan maka pedang tersebut tidak akan rusak dan patah oleh pedang apa pun juga IDEOLOGI adalah baja yang membentuk pedang untuk perjuangan.
Prinsip-Prinsip Dasar Organisasi:
Dalam organisasi dikenal prinsip-prinsip organisasi yang berlaku secara keseluruhan disetiap tingkatan dan lini organisasi. Prinsip-prinsip ini melekat di setiap anggota, pimpinan dan organ-organ didalam organisasi. Ada lima prinsip penting yang menjadi landasan utama, yaitu:
Apa Makna Disiplin dan Demokratis
Apa Makna Disiplin dan Demokratis
Disiplin adalah bersifat utama dan strategis sedangkan demokratis adalah bersifat sekunder dan taktis untuk menuju disiplin. Untuk menjalankan organisasi maka yang utama adalah kesepakatan-kesepakatan yang harus dipatuhi secara disiplin agar roda demokrasinya dapat berjalan dan menguatkan organisasi. Disiplin harus dijalankan dan ditegakan oleh setiap anggota. Semua keputusan diambil dalam forum demokratis berdasarkan suara mayoritas. Kalau sudah menjadi keputusan maka harus dijalankan oleh seluruh orang yang mengambil keputusan tersebut. Walaupun minoritas tidak setuju namun dia pun harus ikut menjalankan, sampai saat yang ditentukan untuk meninjau ulang keputusan tersebut. Prinsip disiplin-demokratis adalah prinsip yang menjaga agar organisasi tidak terjebak ke dalam birokratisme dan liberalisme.
Tentang Disiplin Organisasi
Sebagai sebuah organisasi revolusioner, kita tidak bisa lepas dari hukum sosial tentang kehidupan kolektif. kita, seperti organisasi-organisasi kebanyakan, terdiri dari kumpulan orang-orang yang berbeda-beda kepribadiannya. Secara teoretik, setiap kader dan simpatisan organisasi revolusioner menganut garis ideologi revolusioner proletarian. Dalam praktiknya, watak-watak kelas yang dimiliki para kader dan simpatisan kita seringkali menghambat penyaluran total aspirasi ideologis dalam benak mereka. Terjadilah kesenjangan antara teori dan praktik.
Dibesarkan dalam keluarga borjuis atau borjuis kecil, dipengaruhi lingkungan yang penuh dengan hegemoni kapitalisme, sangat sulit untuk mematerialkan kesadaran ideologis yang diperoleh hanya dari sekadar membaca atau berdiskusi. Ideologi tidak mungkin tertanam lewat diskusi semata atau berdialektika dengan bacaan-bacaan. “Belum dapat dikatakan beriman seseorang sehingga Kami uji (dengan aktivitas revolusioner),” firman Tuhan dalam kitab suci. Kunci keyakinan ideologi seorang kader terletak pada hasil perbenturan (kontradiksi) antara teori dan realitas dalam praktek. Inilah kebenaran filsafat materialisme-dialektik yang kita pelajari dalam kurpol.
Ujian seorang kader dan simpatisan adalah melalui perjuangan mempropagandakan kesadaran bergerak, membentuk wadah-wadah perlawanan struktural, melakukan aksi-aksi revolusioner. Untuk menjaga liberalitas kader dan simpatisan (karena memang sudah fitrah sejarah), ada mekanisme disiplin organisasi yang dapat mempertahankan kolektif. Manusia, seperti makhluk-makhluk hidup kebanyakan, mempunyai watak sosial yang kuat bersumber dari naluri menghadapi kekerasan lingkungan. Seperti halnya semut harus menghadapi gangguan pemangsanya, maka semut membentuk organisasi sosial yang sangat kolektif. Di dalamnya terdapat pembagian kerja yang sangat ketat: ada semut pekerja (pencari makan), semut prajurit (menjaga komunitas semut dari marabahaya), dan ratu semut (memperbanyak jumlah semut). Sebuah organisasi makhluk hidup yang kolektif ternyata mempunyai daya tahan yang lebih besar daripada makhluk hidup yang berwatak libertarian, tidak kolektif. Semut dapat bertahan jutaan tahun sejak kemunculannya di muka bumi. Dunia serangga adalah yang paling kolektif di antara makhluk hidup yang pernah ada, dan mereka bertahan dari proses seleksi alam. Sebaliknya, jenis-jenis primata (orang utan dan kera) yang kurang kolektif, mudah sekali tersapu oleh evolusi alam, tersisa sebagai fosil-fosil belaka.
Apa Makna Kolektivisme
Apa Makna Kolektivisme
Kolektivisme erat hubungannya dengan kepemimpinan. Artinya kepemimpinan organisasi tidak bisa berdasarkan individual namun merupakan kerjasama dalam sebuah kolektif baik dari tingkatan paling atas maupun ditingkatan paling rendah. Bahkan setiap anggota yang bekerja dikalangan massa rakyat (yang melakukan pengorganisiran) hendaknya mempraktekan kepentingan kolektif tersebut. Kolektivisme juga menyangkut pada persoalan kehidupan sehari-hari anggota. Setiap anggota adalah bagian dari sebuah kolektif atau bahkan lebih dari satu. Kesulitan seorang kawan adalah kesulitan bersama dan harus dipecahkan secara bersama-sama. Persoalan kolektif adalah persoalan setiap anggota kolektif. Kolektivitas adalah kunci pertahanan diri terhadap lingkungan
Kolektif hanya bisa dibangun dengan melakukan disiplin organisasi yang ketat. Ada bermacam-macam modus pendisiplinan dalam masyarakat, dengan intensitas yang berbeda-beda. Ada pendisiplinan di tubuh organisasi militer, di pabrik, di sektor-sektor jasa (distribusi, utilitas dan sebagainya), di ladang pertanian, di perkebunan, di kapal nelayan, di sektor informal, di sekolah dan perguruan tinggi, di dalam keluarga, di dalam lembaga-lembaga formal (institusi), dsb. Hubungan antara manusia dengan alat-alat produksi menentukan watak kolektif dalam organisasi. Misalnya, di pabrik kelas buruh dikondisikan untuk bekerja dalam irama mesin. Lalai sedikit, produk yang dihasilkan oleh sistem produksi yang serba otomatis bisa berantakan. Sanksinya adalah pemotongan upah atau bahkan pemecatan. Buruh bekerja dalam shift, dan mereka hanya diperbolehkan meninggalkan tempat kerja ketika buruh shift berikutnya datang untuk menggantikan kedudukannya. Kerja di pabrik selama berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, dengan irama kerja mekanis, membentuk disiplin dalam diri buruh. Mereka harus bangun pagi-pagi sebelum jam kerja, harus menjaga waktu istirahat dengan waktu rekreasi, mengatur pengeluaran dari upah sebulan, dsb. Disiplin pabrik menciptakan disiplin pribadi.
Disiplin pabrik juga menciptakan watak kolektif antara sesama pabrik. Di pabrik, mereka bertemu dan berinteraksi setiap hari. Mereka mengerjakan alat-alat yang sama. Mereka menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan, tiap bagian menentukan keseluruhan proses produksi. Karena itu, aksi mogok spontan buruh sangat mudah terjadi. Solidaritas sesama buruh bisa memicu perlawanan dalam bentuk massa. Kolektivitas terbangun ketika ada norma-norma sosial yang mengikat, dalam hal buruh pabrik adalah peraturan pabrik yang mengikat kerja-kerja mereka.
Sekolah menerapkan disiplin secara lebih longgar, dan lebih longgar lagi adalah perguruan tinggi. Sekolah mengharuskan pelajar masuk tiap hari, dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang. Pelajar harus duduk tenang di kelas ketika guru mengajar.
Ada etika pelajar yang ditanamkan sejak pertama kali masuk sekolah dasar, bahkan di TK. Dalam selang catur wulan, mereka harus siap-siap untuk mengikuti ujian, sehingga mereka dipaksa untuk mengatur waktu sedemikian rupa agar tidak tinggal kelas. Tinggal kelas adalah cacat besar bagi pelajar, jauh dibandingkan dengan beban SPP yang harus dibayar. Kolektivitas di sekolah cukup kuat. Tawuran-tawuran antar-sekolah menunjukkan solidaritas pelajar yang sangat kuat di tiap sekolah. Mereka membanggakan sekolahnya masing-masing. Biasanya ada acara-acara lomba antar-sekolah untuk menciptakan kompetisi, dan dibentuk pulalah solidaritas sekolah.
Perguruan tinggi, karena ikatannya lebih longgar, mahasiswanya susah dipersatukan. Mahasiswa secara inisiatif membentuk wadah-wadah sendiri dalam bentuk himpunan, unit kegiatan dan senat mahasiswa. Tiap organisasi mempunyai karakter sendiri, dengan tingkat kolektivitas beragam. Karenanya tidak heran, senat-senat mahasiswa rata-rata tidak mengakar ke massa, karena fragmentasi yang sangat besar di massa mahasiswa. Begitu banyak organisasi di kampus yang menawarkan kolektivitas yang lebih menyenangkan. Belum lagi adanya disiplin perkuliahan yang menuntut perhatian ekstra mahasiswa[1]. Solidaritas di sektor informal, pertanian, jasa dan lain-lain lebih lemah daripada pabrik, tetapi bukan berarti tidak cukup kuat. Relasi mereka dengan alat-alat produksi yang berbeda dengan buruh menciptakan model solidaritas kolektif yang berbeda pula. Petani mempunyai ikatan kuat dengan tanah garapan dan alat-alat pertaniannya, melebihi solidaritas dengan sesama petani lainnya. Perdukuhan yang letaknya berjauhan, dipisahkan oleh bentangan sawah, mencegah interaksi yang lebih kohesif antara petani di satu dukuh dengan dukuh lainnya. Maka tidak heran perlawanan petani dalam sejarahnya selalu muncul dalam bentuk aksi-aksi lokal. Tetapi letak mereka yang terpencar, tersebar di semua tanah-tanah subur di seluruh negeri, menyebabkan aksi-aksi lokal membentuk skala nasional dan bisa mengancam kekuasaan. Jika ada organisasi tani yang mampu menyatukan mereka, perlawanan petani bisa diarahkan ke dalam revolusi sosial. Contohnya adalah kemenangan Partai Komunis Cina 1949, perlawanan petani Kediri di bawah pimpinan Ken Arok, sedangkan pemberontakan petani di bawah pimpinan PKI 1926-1927 gagal karena tidak ada jaringan nasional yang kuat.
Kaum miskin kota menganut tipe solidaritas kolektif yang lain lagi. Mereka tentu saja lebih kohesif ketimbang petani desa, karena kota memungkinkan interaksi yang lebih intensif. Tetapi kota juga menciptakan keterasingannya sendiri. Gedung-gedung besar tinggi menjulang, berdampingan dengan rumah-rumah kumuh, bahkan rumah-rumah kardus di tepi kali. Mall supermewah berdiri dengan latar belakang perkampungan kaum miskin kota. KMK bekerja mengusahakan sektor informal, dengan berdagang di kakilima atau perempatan jalan, di pasar tradisional, menjadi sopir angkutan kota, dan sebagainya.
Sifat-sifat dasar yang harus dimiliki organizer adalah :
q Sungguh-sungguh, hati-hati dan penuh semangat dalam perjuangan.
q Kesediaan dan tanpa rasa takut mengangung resiko, termasuk resiko perjuangan dan penderitaan. Seorang organizer harus menerima kenyataan bahwa pengorbanan dan penderitaan tidaklah dapat dihindarkan dalam perjuangan melawan kaum penindas yang memiliki mesin-mesin penindas. Seorang organizser harus siap menerima resiko demi pencapaian cita-cita perjuangan berupa pegorabanan dan penderitaan. Keberanaian seorang organizser bukan keberanian yang membabi buta, tapi keberanian yang penuh dengan kesadaran.
q Bersatu dengan kehangatan perkawanan bersama organizser lainya. Perjuangan bagi organizer bukanlah seperti mesin, ia harus berkawan agar dirinya tetap menjadi manusia.
q Menerima dengan terbuka dan lapang dada kritikan dari kawan, dan selalu siap memperbaiki diri sendiri.
q Jujur dalam bekerja bersama kawan. tanpa kejujuran, seorang organizer tidak akan dipercaya oleh kawan dan massa.
q Punya rasa humor, dengan rasa humor, seorang organizer tidak akan tenggelam dalam kepahitan hidup. Justru, ia akan bisa menarik pelajaran dari kepahitan hidup yang dialami, sehingga bisa bangkit.
q Punya banyak akal, atau disebut juga kreatif. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya seorang organizer mesti mempunyai banyak akal. Bila gagal melakukan tugasnya dengan satu cara, maka ia akan mempergunakan cara lain. Tidak pernah seorang organizer kehilangan akal, sehingga berputus asa dalam menjalankan tugasnya.
q Bersikap rendah hati terhadap massa. Tidak pernah menyombongkan diri, juga tidak tengelam dalam massa. Tapi bila didepan memberikan teladan, bila ditengah bekerja penuh, bila dibelakang memberi semangat.
Demokrasi adalah prinsip kita dalam membentuk dan menjalankan organisasi. Prinsip ini menjamin bahwa kita akan bergerak sebagai satu kesatuan yang terorganisir. Demokrasi berarti memperhitungkan segala sesuatu berdasarkan seluruh kepentingan dan kondisi organisasi,
a. Perorangan berada dibawah organisasi
b. Minoritas tunduk dibawah mayoritas
c. Organ yang lebih rendah berada di bawah organ yang lebih tinggi
d. Organ yang lebih rendah berhak mengontrol dan memberikan masukan pada organ yang lebih tinggi secara demokratis.
Kritik Oto Kritik (KOK)
Kritik adalah penunjukkan kesalahan orang lain dengan cara membandingkan antara prinsip perjuangan dengan praktek yang dilakukan.
Sedangkan Otokritik adalah penunjukkan kesalahan diri sendiri, dengan cara membandingkan antara prinsip perjuangan dengan praktek yang dilakukan. Kritik berbeda dengan fitnah, bedanya ialah :
a. Kritik berdasarkan fakta, sedangkan fitnah berdasarkan dusta.
b. Kiritk disampaikan pada orang/pihaknya secara langsung pada pertemuan, sedangkan fitnah disebarluaskan kepada umum.
Fitnah harus dijauhkan dari cara kerja organisasi, sebab dari fitnah akan menuju pada perpecahan dan berujung pada kehancuran organisasi. Kritik-Otokritik harus dilakukan dalam suatu pertemuan, agar bisa meningkatkan kualitas orang dikritik. Seorang yang dikritik haruslah menerima dengan lapang dada walaupun ia menyesal, kerena ia percaya menjadi pejuang adalah belajar seumur hidup.
Semangat yang terkandung dalam kritik-otokritik adalah mencari dan menemukan kebenaran yang berdasarkan fakta dari praktek-praktek perjuangan dan belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu untuk mencegah kesalahan masa depan. Sebagai organisasi perjuangan, setiap kader/organizer harus selalu siap untuk melakukan kritik terhadap pandangan-pandangan dan gagasan yang keliru serta praktek praktek yang salah.
Dalam prinsip organisasi, juga ada yang namnya Prinsip Kemandirian. Dalam menghadapi tantangan-tantangan, setiap organisasi dituntut secara cepat dan tepat menjawab kebutuhan perjuangan massanya, apakah massa petani buruh miskin kota atau lainnya. Dengan demikian, diperlukan organisasi-organisasi lokal untuk menjawab hal tersebut. Setiap organisasi lokal mempunyai kemandirian dalam menjawab persoalan-persoalan wilayah tanpa harus meminta izin dari organisasi yang lebih tinggi. Pertannggung jawaban organisasi atas apa yang telah dilakukannya bisa dilakukan dalam pertemuan-pertemuan organisasi.
Prinsip kemandirian ini sangat dibutuhkan terutamna pada pekerjaan pengorganisasian massa rakyat dan pekerjaan pendidikan serta aksi-aksi kongkrit. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi yang lebih tinggi, prinsip-prinsip ini akan membuat organisasi yang lebih rendah kreatif menerapkan di wilayah kerjanya, sehingga organisasi yang lebih rendah dapat menterjemahkan dan menerapkan secara tepat setiap keputusan, sesuai dengan perkembangan kondisi massa dan kemauan riil yang ada.
Dalam pelaksanaanya, keluwesan merupakan unsur pokok yang dituntut ada pada setiap diri organizer. Kemampuan itu dimungkinkan berkembang jika dilakukan dengan cara memberikan kemandirian bagi organisasi yang lebih rendah tingkatannya.
Dalam proses integrasi ini, beberapa hal akan dialami oleh seorang organizer :
a. Ia harus mulai mengahargai rakyat dan melihat aspek pembebasan dari budaya mereka yang mampu memberikan mereka kekuatan berjuang. Apa yang dinamakan kebudayaan bisu adalah abstraksi dari para sosiolog.
b. Organizer harus melilhat bagaimana analisis sosial yang mungkin ia lakukan mengenai situasi nasional, bisa menyatu (kohesif) dalam kehidupan rakyat. Ia harus bisa melihat seberapa jauh analisa sosial tersebut benar atau tidak. Ia harus belajar dari kenyataan bahwa juga analisa sosial cuma sebuah abstraksi. Kenyataan jauh lebih rumit dan padat.
c. Pada akhirnya ia harus bisa diterima sebagai warga dari masyarakat tersebut.
d. Akhirnya niali-nilai serta gaya hidup sang organizer harus berubah, ia harus menjadi lebih toleran dan berpengertian, lebih penuh penyerahan diri dan realis.
Untuk berintegrasi dengan baik, para organizer sedikitnya pada permulaan latihan mereka harus hidup di lingkungan rakyat desa atau kota yang miskin selama enam bulan.
Integrasi memberikan jaminan bahwa keprihatinan seseorang untuk merubah sebuah masyarakat, sesuai dengan apa yang diinginkan rakyat mengenal sebuah perubahan dan bukan menurut contoh-contoh teoritis. Integrasi merupakan dasar dari langkah-langkah selanjutnya. Jika para organizer tidak menyatu dengan rakyat, mereka tidak akan pernah memperlajari dimensi lain sesungguhnya dari persoalan rakyat atau bagaimana merangasang mereka untuk berubah.
PENYELIDIKAN SOCIAL ORGANISASI
Penyelidikan social adalah sebuah proses yang sistematis mencari masalah-masalah, disekeliling rakyat yang diorganisir. Sang orgainsir larut dalam masyarakat, mencari permasalahan-permasalahan yang sangat dirasakan rakyat untuk diperkembangakan sehingga mereka mau bertindak.
Bagaimana melakukan penyelidikan sosial ?
Secara umum ada tiga cara :
q Mempelajari catatan dan laporan yang membicarakan permasalahan rakyat.
q Belajar dari rakyat itu sendiri bagaimana mereka merasakan sebuah permasalahan, bagaimana mereka merasakan sebuah permasalahan, komplikasi serta maknanya.
q Mempelajari sebuah permasalahan sebagaimana yang ditentukan oleh bangunan kekuasaan dari masyarakat terikat pada sebuah permasalahan.
Ketiga cara tersebut haruslah dilakukan secara paralel.
Sebuah Catatan
Kepemimpinan ialah orang atau sekelompok orang yang berasal dari rakyat itu sendiri yang karena jabatan dan kekuasaanya, menjalankan kekuasaan itu mengorganisasikan rakyat, mengadakan rapat, megajukan pendapat-pendapat, memimpin utusan sebagai pembicara sehingga ia mampu mendidik rakyat untuk berfikir dan merasa sebagai satu kekuatan. Akan tetapi organisasi harus menentang setiap usaha yang mengarahkan organisasi menjadi sebuah organisasi pemimpin yang hanya mengatasnamakan massa rakyat.
Organiser (CO) adalah orang yang selalu bersama rakyat, mengatasi rakyat dan kemudian mendaptkan partisipasi rakyat, tidak memegang jabatan formal dan tidak menjalankan sendiri kekuasaan, tidak memimpin rakyat, tidak berbicara atas nama rakyat melainkan sebagai pembantu pemimpin dan rakyat untuk mengembangkan kekuasaan mereka. Organizer harus selalu mengarahkan segala pikiran, perasaan dan tindakannya untuk perjuangan. Hal ini tidaklah mudah, karena masing-masing organizer masih membawa pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan diri sendiri. Jadi terdapat pertentangan antara kepentingan perjuangan dengan kepentingan diri sendiri.
Menghadapi pertentangan tersebut, setiap organizer dituntut untuk mengubah dirinya sendiri, mengubah pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan diri sendiri, menuju pikiran, perasaan dan tindakan yang mementingkan perjuangan. Mengubah diri sendiri tidak semudah membuka baju, perubahan diri ini membutuhkan waktu panjang sejalan dengan perjuangan itu sendiri.
Hanya Sekedar Saran…
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah mengidentifikasikan diri sebagai organisasi pengkaderan dan perjuangan yang mencakup pembinaan kader menjadi insan Ulil Albab, harus mampu memperjuangkan kepentingan umat hari ini, sehingga terwujudnya masyarakat madani yang diridhoi oleh Allah SWT. Oleh karena itu, setiap kader HMI harus mampu memilah-milahkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umat, jangan kepedulian kita hari ini menjadi bom waktu bagi kita sendiri.
HMI hari ini dan masa yang akan datang, harus bisa menjadi transformasi social yaitu sebagai perubahan sistem kehidupan secara totalitas kearah IDEOLOGI yang tepat. Karena itulah dibutuhkan suatu dinamisasi dari orientasi perjuangan yang berkesinambungan. Hal ini untuk memperlebar ruang gerak dalam memilih peran social dengan dasar ajaran Dien Al-Islam. Searah dengan perkembangan zaman, HMI harus selalu sadar untuk melakukan reorientasi dokrin-dokrin organisasi, sehingga suatu saat kader-kader HMI bisa berfikir radikal dan bergerak secara revolusioner.
HMI hari ini memerlukan sebuah tinjauan (review), analisis mendalam, dan penilaian lengkap atas semua perjalanan organisasi serta sepak terjang HMI di masa lalu, baik dengan melihat caranya bersikap dan berbuat di masa kebangkitan Nasional kedua ini meneruskan pola masa lalu melaksanakan perbaikan (improvement) mendasar, dimulai dari struktur organisasi dan konsep serta cara pencapaian misi, bahkan bila perlu sebuah perombakan pengelolaan organisasi dan tujuan serta perangkatnya. Jika tidak dikhawatirkan akan dapat membawa HMI dalam lingkaran tradisional konvensional dan berjalan di tempat maka sangat dibutuhkan dengan segera usaha peyelamatan sehingga eksitensinya tidak terancam punah sebelum tujuan mulianya tercapai tujuan. Dengan pembaharuan atau inovasi, dengan cara yang baru dan kreatif dalam seleksi, organisasi dan penggunaan sumber-sumber manusia dan material yang kita harapkan akan meningkatkan hasil, berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Pembaharuan tidak selalu berarti menciptakan hal-hal yang baru, tetapi memandang sesuatu dari segi yang lain dari pada yang biasanya. Dalam pendidikan, pembaharuan tidak selalu berkaitan dengan penemuan yang baru akan tetapi sering merupakan penyesuaian dengan apa yang dilakukan di sekolah lain yang berbeda dari apa yang lazim dikerjakan,
Untuk memperbaiki kemunduran HMI sangat dibutuhkannya ide dan aplikasi secara berkelanjutan, dalam perjalanannya kedepan bagi ke-Islaman/keummatan, kebangsaan dan kemahasiswaan maka perlu adanya usaha antara lain :
Renaissance dari komunitas sendiri, baik dari Komisariat, Cabang, Badko HMI dan harus dimulai dari sekarang. PB-HMI nantinya akan terikut apabila perubahan yang terjadi dari Grass root. HMI merupakan organisasi yang paling lengkap dibandingkan dengan oraganisasi lain, memiliki PB HMI, 17 Badko tersebar 164 Cabang Kota/ Kabupaten di seluruh Indonesia 3 Badan Khusus LPL, Balitbang & KOHATI. HMI juga memiliki pengkaderan yang paling baik dan memiliki kader yang cerdas dan pintar, pengalaman telah membuktikan HMI lahir dan besar dalam sebuah perjuangan yang penuh dengan halangan dan tantangan.
Selain itu perlu pengembangan riset potensi yang dimiliki anggota di tingkat PB-HMI, riset potensi yang dimiliki anggota ke Badko, Korkom dan Cabang. Selain itu juga Lembaga Dakwah, Lembaga Pers, perlu dikembangkan untuk mempertajam pelaksanaan program yang sudah direncanakan. Ini merupakan fokus yang akan menjadi keunggulan kompetitif tersebut, tidak lain adalah pengembangan kualitas manusia HMI.
Kualifikasi kader sebagai “Problem Solver” HMI harus menggeser kualifikasi kader “Politikus Praktis” yang hanya mengandalkan kemampuan (bergaining), kader “problem solver” lah yang akan mampu mencari “celah- celah” yang akan berbuat demi HMI dalam partisipasi pembangunannya. Kader ini tercermin dari penguasaan profesi dengan keutuhan visi ideologisnya, sehingga istilah-istilah seperti Muslim, intelektual, profesional, tidak terjatuh menjadi sekadar cargon.
Komunikasi dan Interaksi yang lebih luas. Dalam proses pembaharuan ruh idiologi ini, HMI perlu juga membangun komunikasi dan interaksi yang lebih luas tanpa harus kikuk oleh perbedaan bendera dengan organisasi ataupun komunis lain. Sesungguhnya antara HMI dengan organisasi lain memiliki ide dan cita-cita yang sama tujuannya, namun untuk mencapai sebuah tujuan tersebut hanya sistem dan teknisnya saja yang berbeda. Keterbelahan HMI dengan organisasi lain dewasa ini tidak lain ektensi kelompok, dengan kata lain HMI menjadi organisasi inklusif, organisai yang tidak mengedepankan ego dan mau menyediakan ruang pengakuan akan adanya kebenaran di luar kebenaran yan didefinisikan oleh HMI sendiri. Kemampuan akademis sesuai jurusan memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan kader, bukan saja kemampuan berprofesi nampak lebih safety dibandingkan dengan profesi politik yang tidak pasti.
Sumber : http://idrisalabdya.wordpress.com/2008/04/19/relevansi-sistem-pengkaderan-hmi-dalam-tata-indonesia-masa-depan/
Sumber : http://idrisalabdya.wordpress.com/2008/04/19/relevansi-sistem-pengkaderan-hmi-dalam-tata-indonesia-masa-depan/