Orang dewasa memiliki banyak tanggung jawab sehingga mereka mesti menyeimbangkan antara kebutuhan dan pembelajaran. Malcom Knowles, pelopor Andragogy, mengazaskan empat prinsip Pembelajaran Orang Dewasa: Pertama, orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanan dan evaluasi pengajaran. Perencanaan pengajaran perlu dimusyawarahkan terlebih dahulu. Penggunaan sumber pembelajaran seperti buku pelajaran sebaiknya didiskusikan sebelum proses belajar-mengajar dimulai. Evaluasi pengajaran dilaksanakan untuk mendapatkan feedback (masukan) demi perbaikan proses pemebelajaran ke depan. Peserta didik kelompok ini mendesak untuk dilibatkan karena mereka tidak hanya bisa berkontribusi terhadap pemberdayaan pengajaran, tetapi juga turut mendiagnosa kalau proses dan materi pembelajaran sudah memenuhi kebutuhan khusus (special needs) mereka.
Kedua, orang dewasa tertarik untuk mempelajari subjek-subjek yang punya relevansi langsung dengan kehidupan pribadi dan pekerjaan atau karir mereka. Kebanyakan peserta Pembelajaran Orang Dewasa adalah mereka yang berkeinginan menatar (upgrade) mereka sendiri untuk tidak tertinggal di bidang yang sedang mereka tekuni. Ada juga kelompok peserta didik jenis ini yang dipersiapkan untuk terlibat dalam program tertentu seperti pemberdayaan ekonomi, misalnya. Oleh karenanya, relevansi pembelajaran dan materinya harus benar-benar dipertimbangkan.
Ketiga, pengalaman (termasuk kesalahan-kesalahan) peserta didik memberi dasar bagi aktivitas-aktivitas pembelajaran. Mereka sudah dan sedang meniti karir, peserta didik sudah terbekali dengan pengalaman-pengalaman kerja yang memadai. Namun, dalam menjalankan tugas sehari-hari, mereka terkadang membuat kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh faktor luar seperti manajemen atau faktor keterbatasan mereka sendiri. Jadi, pengalaman dan kesalahan harus menjadi dasar bagi aktivitas pembelajaran mereka.
Keempat, Pembelajaran Orang Dewasa adalah problem-centered ketimbang content-oriented. Pembelajaran jenis ini dirancang sedemikian rupa sehingga menciptakan suasana yang mengarah kepada aktivitas-aktivitas pemecahan masalah (problem-solving activities). Dengan demikian, pembelajaran tidak terpusat pada isi materi tertentu, tetapi mengacu kepada hal-hal praktis dan menghargai pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (prior knowledge).
Selain itu, ada enam sumber motivasi belajar bagi Pembelajaran Orang Dewasa. Pertama, hubungan sosial (social relationships). Diakui bahwa kedekatan (closeness) antara pendidik dengan peserta didik bisa memberi kontribusi positif terhadap keberhasilan pembelajaran. Hubungan sosial yang baik antara peserta didik dan fasilitator dijamin menciptakan motivasi tersendiri terutama bagi pelajar.
Dua, harapan-harapan eksternal (external expectations) medorong timbulnya motivasi belajar bagi orang dewasa. Orang dewasa berbeda dengan anak didik biasa, mereka belajar memiliki tujuan yang jelas bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Tiga, adalah kesejahteraan sosial (social welfare). Memang tidak ada yang bisa memastikan bahwa peserta program pendidikan ini langsung mengantarkan lulusannya menjadi sejahtera. Namun, kesejahteraan sosial merupakan salah satu alasan kenapa mereka menempuh pendidikan ini.
Empat, promosi atau peningkatan karir (personal advancement) juga menjadi pemicu bagi mereka meluangkan waktu dan merelakan diri untuk program pembelajaran ini. Lima, rangsangan (stimulation). Orang dewasa yang berpartisipasi dalam program ini biasanya mereka yang meninggalkan rutinitasnya sehari-hari (escape). Rangsangan yang diberikan yang berhubungan dengan program ini diasumsikan menjadi pendorong bagi mereka.
Enam atau yang terakhir adalah ketertarikan kognitif (cognitive interest). Ketertarikan kognitif juga bisa menggairahkan para peserta didik jenis ini. Metode mempelajaran yang menarik, memikat, menyita perhatian dan memperlama retensi perlu diterapkan.
Instruktur juga bisa memotivasi peserta dengan merelevansikan bahan pelajaran dengan kebutuhan peserta, memberi perhatian yang tepat sasaran dan takaran, sesuai dengan kebutuhan mereka, dan menyesuaikan tingkat kesulitan pembelajaran. Orang dewasa memiliki banyak tanggung jawab sehingga mereka mesti menyeimbangkan antara kebutuhan dan pembelajaran. Mereka sering menghadapi masalah finansial, waktu dan percaya diri (confidence). Minat belajar mereka juga mungkin sudah menurun sesuai dengan semakin lanjutnya usia mereka. Mereka sudah punya keluarga dan anak yang menjadi tanggungan mereka. Kebanyakan orang tua (out-going generation) lebih mengutamakan pendidikan anak-anak mereka (in-coming generation) ketimbang pendidikan mereka sendiri.
Pembelajaran orang dewasa bisa berlansung di perguruan tinggi secara formal dan bisa juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan (training) yang kerap dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan swasta atau bahkan lembaga-lembaga nirlaba (non-governmental organization). Sebagian orang dewasa tidak begitu tertarik dengan pelatihan-pelatihan seperti yang selama ini dilakukan NGO di Aceh. Mereka lebih tertarik dengan program-program yang dibayar langsung tunai (cash for work program). Mereka kurang tertarik dengan pembekalan-pembekalan dalam bentuk ketrampilan yang bisa memberi manfaat jangka panjang terhadap kehidupan mereka.[]
Drs. Syarwan Ahmad, MA (Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry dan mahasiswa Program S3 Faculty of Education, University of Malaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...