Kemiskinan di Aceh belum ada berkurang. Padahal Aceh kaya. Triliunan dana bantuan, APBN plus investasi perbankan mengalir ke daerah ini. Keadaan paradoksal semakin tajam saja. Sepertinya kemiskinan menjadi komoditi bagi elit untuk mengumpulkan dana. Kemiskinan tidak lagi dilihat sebagai suatu realitas dan mencari cara mengentaskannya. Simaklah hasil publikasi media ini (Serambi 27/08/2007), sebanyak Rp 2,2 triliun dana pemerintah Aceh di-SBI-kan. Jutaan rakyat menjerit di tengah sulitnya memenuhi kebutuhan pokoknya. Mulai kebutuhan minyak tanah, minyak goreng, listrik, pupuk sampai tempat tinggal. Belum lagi buruknya pelayanan kesehatan, tingginya biaya pendidikan (terutama SPP bagi mahasiswa di Aceh), lambannya perbaikan infrastruktur jalan, sekolah, jembatan, transportasi dan lainnya. Kenapa bisa begitu? Ada apa dengan elit Aceh?
Kalau dirunut-runut, sesungguhnya pemerintah kita tidak sedang miskin pendapatan. Tapi justru sedang mengalami defisit gagasan dan miskin inspirasi. Dan kemiskinan ini lebih parah, karena menjadi akar dari ketidakmampuan pemerintah dalam merumuskan dan mengimplementasikan dengan baik strategi membebaskan rakyatnya dari kemiskinan secara komprehensif dan berkelanjutan. Karena minus gagasan dan miskin inspirasi, maka wajar pemerintah sampai harus mengemis dana kepada asing untuk membangun Aceh.
Kemiskinan inspirasi dapat dilihat dari keterbatasan strategi pemerintah untuk mempercepat pembangunan. Malahan terjadi kegamangan memenej dana yang ada. Kita khawatir masyarakat menjadi apatis atas pemerintahan baru hasil pilihan rakyat bila Irwandi-Nazar gagal mentransformasi beban sosial ekonomi masyarakat.
Padahal masyarakat mendambakan situasi lain dan tawaran perubahan yang pernah dijanjikan pasangan Irwandi-Nazar untuk membawa situasi kehidupan Aceh baru yang lebih menjanjikan. Belum hilang dalam ingatan bagaimana pemerintahan Irwandi-Nazar beberapa saat setelah dilantik, menjanjikan perbaikan ekonomi rakyat miskin sebagai perioritas utama pemerintahannya. Memang, belum bisa mengatakan bahwa pemerintah sekarang gagal memenuhi janjinya, tapi patut bertanya atas fakta-fakta kegamangan pemerintah untuk capaian sasaran menengah berupa perbaikan yang mendatangkan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Lebih pradok ketika banyaknya dana mengendap atau di-SBI-kan. Juga sektor rill belum bergerak dilihat dari tingkat pengangguran yang masih tinggi saat ini.
Pemerintahan hasil pilkada - mulai provinsi sampai kabupaten/kota, yang mulanya adalah harapan baru bagi masyarakat, mulai mengalami defisit gagasan dan miskin inspirasi. Hal ini dapat dilihat dari strategi pemberantasan kemiskinan yang sebenarnya tetap mengulang produk lama dengan nama yang berbeda. Kemiskinan dan pengangguran tidak juga menurun, pelayanan publik masih buruk, pembangunan infrastruktur lamban, dan realisasi bantuan korban koflik makin tak akurat.
Berbagai reaksi masyarakat terlihat dan dapat dibaca dalam diskusi-diskusi, seminar, dan obrolan kecil di kedai-kedai kopi. Muaranya menggambarkan sikap ketidakpuasan masyarakat atas situasi ekonomi yang ada. Pemerintah yang katanya memiliki tim ekonomi, ternyata miskin inspirasi untuk menemukan jawaban atau mana alternatif yang bisa mengeluarkan rakyat dari jerat kemiskinan itu. Yang terjadi hanya ”copy-paste” program pemerintah sebelumnya. Malahan di tengahnya kayanya dana tapi pemerintahnya miskin gagasan.
Siklus antara produk kebijakan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat tampak begitu menggelikan. Padahal rakyat yang telah memilih pemimpinnya memerlukan perbaikan situasi ekonomi. Kegagalan pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat ini adalah ruang konflik baru, apalagi ditopang realitas semakin melebarnya kesenjangan sosial. Masyarakat mulai melihat munculnya elit baru yang tak jauh beda dengan gaya lama. Sehingga ada adagium di level rakyat dengan kata ”saban cit” alias sama saja seperti dulu. Lahirnya elit baru bukan berarti masyarakat sudah merasakan hasil distribusi pendapatan secara adil. Kebijakan yang ditawarkan pemerintah belum secara jelas merumuskan karakteristik produk alternatifnya.
Program peningkatan kesejahteraan masyarakat sepanjang waktu masih produk lama. Padahal pengalaman penerapan produk tersebut menunjukkan kegagalannya dalam memenuhi kebutuhan alternatif. Implikasinya tentu saja pada dua hal yaitu defisit dari sisi demokratisasi dalam bentuk kegagalan dalam mendorong harmonisasi sosial bahkan yang lebih parah adalah semakin meningkatnya pengangguran serta kemiskinan dengan sejumlah kerawanan sosial. Mengapa pemerintah tidak memiliki alternatif baru pemberantasan kemiskinan sehingga produk yang ditawarkan adalah produk lama yang telah gagal dan ditolak oleh konsumen? Akar dari hal ini adalah miskinnya gagasan dan inspirasi pemerintah khususnya tim ekonomi dalam wujud kegagalan dalam merumuskan strategi pemberantasan kemiskinan alternatif. Masyarakat tersandera oleh elit baru dari tidak adanya alternatif lain dalam pemberantasan kemiskinan selain mengulang strategi lama dengan label yang berbeda.
Jalan keluar
Miskin gagasan dan inspirasi tidak hanya terjadi di level pemerintah provinsi, kabupaten, tapi hampir menjadi kenyataan umum. Maka lembaga masyarakat sipil jangan hanya mendidik masyarakat untuk berfikir dan bersikap kritis. Namun jauh lebih penting hari ini adalah membangun masyarakat yang bisa berfikir kreatif. Premis ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemerintah memiliki kewenangan terbatas dalam sistem ekonomi yang ada saat ini. Globalisasi mendorong semakin kuatnya pengaruh eksternal dalam mempengaruhi ekonomi domestik. Pada sisi lain, liberalisasi ekonomi mendorong semakin besarnya peranan sektor swasta dalam perekonomian domestik.
Sayangnya di tengah ruang yang semakin terbuka seperti ini, gagasan dan inspirasi-inpirasi baru yang lebih segar tidak juga bermunculan. Bangladesh boleh jadi negara miskin tapi setidaknya mampu melahirkan inspirasi segar dalam pemberantasan kemiskinan ala Muhammad Yunus dengan Grameen Banknya yang telah mengangkat 58 persen peminjamnya ke atas garis kemiskinan. Tentu masih banyak inspirasi lain, tapi yang menarik mereka menemukan bahwa masih ada jalan lain pemberantasan kemiskinan dan boleh jadi masih banyak jalan lain yang belum ditemukan.
Saya sendiri juga masih harus belajar memperkaya gagasan dan inspirasi. Patut kita renungkan pesan Allah dalam Alquran; ”Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, maka Allah akan membuka pintu rizki (solusi) dari jalan yang tidak diduga”. Wallahu’alam!
*) Penulis Dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa dan Mantan Ketua Umum HMI Cabang Banda Aceeh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...