Banda Aceh ( Berita ) : Badan Koordinator Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) akan menggelar kegiatan sosial berupa Study Work Camp (SWC) ke-8 di desa terisolir di Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, 12-20 April 2007. Ketua Panitia pelaksana, Muzakkir Kaoy di Banda Aceh, Rabu (11/04), mengatakan, kegiatan yang akan dilaksanakan di tiga desa, yakni Ie Muedama, BulohSeuma, dan Teuping Tinggidi Kecamatan Trunom, Aceh Selatan, tersebut akan diikuti 70 peserta dari seluruh Aceh.
“Bhakti sosial yang kita lakukan seperti pengobatan massal ini dilakukan oleh para mahasiswa kedokteran. Pengobatan massal ini diperuntukkan kepada masyarakat di tiga desa terpencil secara gratis,” ujarnya.
Selain itu, juga diadakancurah pikiran kepada para pemuda di tiga kampung tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan para pemuda, yang melibatkan dari pihak KNPI di Aceh Selatan dan para tokoh masyarakat dan ulama di daerah itu.
Kegiatan itu juga akan diisi peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW bersama masyarakat yang selama ini terisolir dari pandangan pemerintah, ujarnya.
SWC juga melakukan kegiatan pendidikan agama, kampanye pendidikan damai, pemberdayaan perempuan dan anak, bhakti sosial, kesehatan, kewirausahaan, pertanian, peternakan, dan olah raga.
“Kendala kita hanya lokasi tiga desa yang kita kunjungi kali ini termasuk desa yang sangat terisolir, jadi lokasi jalan ke tiga desa itu sangat memprihatinkan, karena letaknya jauh dari kota,” katanya.
Dikatakan, pihaknya telah melakukan survey di tiga desa terisolir tersebut. Ia juga mengatakan, daerah yang terkena konflik dan bekas tsunami itu, hingga sekarang belum mendapatkan perhatian baik dari pemerintah provinsi, Pemda Aceh Selatan, maupun bantuan dan perhatian dari Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias.
“Di sana ada 60 unit tempat tinggal dengan kategori rusak total dan ini belum terealisasi sampai sekarang,” katanya.
Bahkan, katanya, kawasan hasil survey yang dilakukan 23-25 Maret 2007, sangat sulit untuk berhubungan dengan pusat kota kecamatan, karena jalan yang ada rusak berat serta ketiadaan alat transportasi umum.
Mengenai pendidikan, ia menyebutkan sangat memprihatinkan. Pasalnya, fasilitas untuk pendidikan belum memadai dan tidak ada fasilitas pendukung yang layak dalam proses belajar mengajar.
Ia menyebutkan, Desa Ie Meudama dan Desa Teuping Tinggi hanya memiliki satu Sekolah Dasar dengan tiga ruang belajar. Dimana proses belajar mengajar digabungkan, kelas I dan kelas II, kelas III dan kelas IV, dan kelas V dengan kelas VI.
“Mengenai guru SD ada empat orang, tiga PNS, dan satu tenaga guru bantu. Ketiga guru PNS itu hanya tiga hari sekali dalam seminggu mengajar,” katanya.
Lebih parah lagi kata dia, di SD Seunubok Jaya yang berbatasan dengan Desa Ie Meudama hanya memiliki satu sekolah dan memiliki dua orang guru.
Sedangkan yangsekolah di tingkat SMP dan SMU masih minim.Banyaknya anak-anak yang tidak sekolah karena faktor jauhnya lokasi sekolah dan sulit di jangkau. Apalagi jarak letaknya tiga jam perjalanan dengan trasportasi laut seperti perahu motor, katanya.
Selain itu, ia juga menyebutkan kondisi kesehatan masyarakat yang sangat menyedihkan itu.
“Di sana Puskesmas pembantu baru dua tahun berdiri sudah tidak dimanfaatkan lagi dan ditelantarkan saja,” katanya.
Sehingga masyarakat di tiga desa itu sudah terbiasa dengan penyakit gatal-gatal, batuk, penyakit kulit dan kronis lainya.
“Apalagi hanya mengandalkan seorang bidan saja,” katanya.
Sementara tempat ibadah hanya terdapat satu mesjid yang kondisinya hampir rubuh, karena kayu penyangganya sudah lapuk. (ant)
Sumber : http://beritasore.com/
Tanggal 12 April 2007
“Bhakti sosial yang kita lakukan seperti pengobatan massal ini dilakukan oleh para mahasiswa kedokteran. Pengobatan massal ini diperuntukkan kepada masyarakat di tiga desa terpencil secara gratis,” ujarnya.
Selain itu, juga diadakancurah pikiran kepada para pemuda di tiga kampung tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan para pemuda, yang melibatkan dari pihak KNPI di Aceh Selatan dan para tokoh masyarakat dan ulama di daerah itu.
Kegiatan itu juga akan diisi peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW bersama masyarakat yang selama ini terisolir dari pandangan pemerintah, ujarnya.
SWC juga melakukan kegiatan pendidikan agama, kampanye pendidikan damai, pemberdayaan perempuan dan anak, bhakti sosial, kesehatan, kewirausahaan, pertanian, peternakan, dan olah raga.
“Kendala kita hanya lokasi tiga desa yang kita kunjungi kali ini termasuk desa yang sangat terisolir, jadi lokasi jalan ke tiga desa itu sangat memprihatinkan, karena letaknya jauh dari kota,” katanya.
Dikatakan, pihaknya telah melakukan survey di tiga desa terisolir tersebut. Ia juga mengatakan, daerah yang terkena konflik dan bekas tsunami itu, hingga sekarang belum mendapatkan perhatian baik dari pemerintah provinsi, Pemda Aceh Selatan, maupun bantuan dan perhatian dari Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias.
“Di sana ada 60 unit tempat tinggal dengan kategori rusak total dan ini belum terealisasi sampai sekarang,” katanya.
Bahkan, katanya, kawasan hasil survey yang dilakukan 23-25 Maret 2007, sangat sulit untuk berhubungan dengan pusat kota kecamatan, karena jalan yang ada rusak berat serta ketiadaan alat transportasi umum.
Mengenai pendidikan, ia menyebutkan sangat memprihatinkan. Pasalnya, fasilitas untuk pendidikan belum memadai dan tidak ada fasilitas pendukung yang layak dalam proses belajar mengajar.
Ia menyebutkan, Desa Ie Meudama dan Desa Teuping Tinggi hanya memiliki satu Sekolah Dasar dengan tiga ruang belajar. Dimana proses belajar mengajar digabungkan, kelas I dan kelas II, kelas III dan kelas IV, dan kelas V dengan kelas VI.
“Mengenai guru SD ada empat orang, tiga PNS, dan satu tenaga guru bantu. Ketiga guru PNS itu hanya tiga hari sekali dalam seminggu mengajar,” katanya.
Lebih parah lagi kata dia, di SD Seunubok Jaya yang berbatasan dengan Desa Ie Meudama hanya memiliki satu sekolah dan memiliki dua orang guru.
Sedangkan yangsekolah di tingkat SMP dan SMU masih minim.Banyaknya anak-anak yang tidak sekolah karena faktor jauhnya lokasi sekolah dan sulit di jangkau. Apalagi jarak letaknya tiga jam perjalanan dengan trasportasi laut seperti perahu motor, katanya.
Selain itu, ia juga menyebutkan kondisi kesehatan masyarakat yang sangat menyedihkan itu.
“Di sana Puskesmas pembantu baru dua tahun berdiri sudah tidak dimanfaatkan lagi dan ditelantarkan saja,” katanya.
Sehingga masyarakat di tiga desa itu sudah terbiasa dengan penyakit gatal-gatal, batuk, penyakit kulit dan kronis lainya.
“Apalagi hanya mengandalkan seorang bidan saja,” katanya.
Sementara tempat ibadah hanya terdapat satu mesjid yang kondisinya hampir rubuh, karena kayu penyangganya sudah lapuk. (ant)
Sumber : http://beritasore.com/
Tanggal 12 April 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...