Banda Aceh, Istiqlal Online - Kemarin (24/7), Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Nanggroe Aceh Darussalam meminta lembaga yang merancang qanun tentang perlindungan anak-anak Aceh diharapkan berpijak pada nilai-nilai Islam (basis) dan kultur masyarakat Aceh. Sebuah ide yang patut diperjuangkan di tengah-tengah terpaan isu globalitas untuk tetap mempertahankan jati dirinya. Sebuah kepedulian untuk tetap menjaga kultur masyarakat Aceh.
"Kami meminta seluruh lembaga baik lokal maupun internasional yang merancang qanun perlindungan anak terutama anak Aceh harus berbasis pada nilai-nilai Islam dan kultur Aceh," kata Mokhtar Effendy Saragih di Banda Aceh, Selasa.
Menurut Ketua Bidang Eksternal Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Provinsi NAD itu, pemikiran ini dilandasi pada aspirasi masyarakat dan upaya pemerintah dalam menegakan syariat Islam di Aceh.
Dia mengatakan, pasca bencana gempa dan Tsunami serta penandatanganan MoU antara RI dan GAM beberapa element sipil mulai sibuk melakukan penyusunan draf rancangan qanun Perlindungan Anak yang rancangan tersebut akan dibahas oleh DPR Aceh.
Badko HMI NAD setuju jika Konvensi Hak Anak (KHA) yang merupakan acuan Undang-Undang perlindungan anak di dunia dapat juga dijadikan acuan terhadap draf rancangan qanun perlindungan anak di Aceh.
"Perlindungan Anak versi KHA itu masih bersifat umum, kami minta untuk tidak mengadopsi isi KHA itu secara totalitas, sebab KHA itu adalah produk "Masyarakat Barat", sedangkan Aceh yang merupakan bagian "Masyarakat Timur" memiliki nilai dan kultur yang harus dijunjung tinggi," katanya.
Sumber : http://www.masjidistiqlal.com/index.php?modul=text&page=detail&textID=3508
Rabu, 10 rajab 1428 H / 25 Juli 2007
"Kami meminta seluruh lembaga baik lokal maupun internasional yang merancang qanun perlindungan anak terutama anak Aceh harus berbasis pada nilai-nilai Islam dan kultur Aceh," kata Mokhtar Effendy Saragih di Banda Aceh, Selasa.
Menurut Ketua Bidang Eksternal Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Provinsi NAD itu, pemikiran ini dilandasi pada aspirasi masyarakat dan upaya pemerintah dalam menegakan syariat Islam di Aceh.
Dia mengatakan, pasca bencana gempa dan Tsunami serta penandatanganan MoU antara RI dan GAM beberapa element sipil mulai sibuk melakukan penyusunan draf rancangan qanun Perlindungan Anak yang rancangan tersebut akan dibahas oleh DPR Aceh.
Badko HMI NAD setuju jika Konvensi Hak Anak (KHA) yang merupakan acuan Undang-Undang perlindungan anak di dunia dapat juga dijadikan acuan terhadap draf rancangan qanun perlindungan anak di Aceh.
"Perlindungan Anak versi KHA itu masih bersifat umum, kami minta untuk tidak mengadopsi isi KHA itu secara totalitas, sebab KHA itu adalah produk "Masyarakat Barat", sedangkan Aceh yang merupakan bagian "Masyarakat Timur" memiliki nilai dan kultur yang harus dijunjung tinggi," katanya.
Sumber : http://www.masjidistiqlal.com/index.php?modul=text&page=detail&textID=3508
Rabu, 10 rajab 1428 H / 25 Juli 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...