13 Juni 2009

Situasi Aceh Menjelang Pilpres Sangat Kondusif

Banda Aceh,(Analisa)

Commission on Sustaining Peace in Aceh (CoSPA) menilai, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Aceh pascapemilu legislatif tergolong sangat kondusif.
Ini menandakan semua pihak sangat menghargai perdamaian yang sudah tercipta dan menginginkan agar Aceh tetap aman dan damai.
Kondisi seperti ini diharapkan tetap dapat dipertahankan pada saat maupun sesudah berlangsungnya pemilihan presiden (Pilpres) 2009. Untuk itu, CoSPA merekomendasikan agar KIP Aceh dan kabupaten/kota mengoptimalkan perannya untuk mendorong setiap calon pemilih terdaftar sebagai pemilih dan tercatat di dalam DPT serta menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 8 Juli mendatang.

CoSPA juga mengharapkan agar masyarakat dan aktor politik di Aceh mengenyampingkan perbedaan-perbedaan yang muncul selama kampanye legislatif dan kampanye Pilpres 2009 serta menyambung silturahmi dan komunikasi untuk membangun masa depan Aceh yang lebih baik, demokratis, dan bermartabat.

“Masyarakat yang masih memiliki senjata ilegal di Aceh, diminta untuk segera menyerahkannya kepada kepolisian, agar rasa keamanan benar-benar tumbuh di tengah masyarakat Aceh,” ujar Ketua CoSPA Azwar Abubakar seusai pertemuan CoSPA di Banda Aceh, Rabu (20/5).

Dalam pertemuan bulanan CoSPA ini dihadiri Pangdam Iskandar Muda yang diwakili Mayor A. Hamid, Kapolda Aceh diwakili AKBP Agus Susanto, Ketua Harian Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh, Ir. Iskandar, M.Sc, dan Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh, Drs. Djakfar Djuned, M.Si, pengamat internasional Dihya Ihsan mewakili lembaga donor Amerika Serikat USAID.

Pada pertemuan itu dibahas beberapa hal penting, di antaranya situasi keamanan dan ketertiban masyarakat menjelang Pilpres 2009. Fungsi dan peran Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh (BKRA) dalam menanganai sisa pekerjaan rehab dan rekon serta persinggunggannya dengan program reintegrasi pascakonflik di Aceh. Dan masalah penanganan pengungsi etnis Rohingnya dan Srilanka di Aceh.

Terus Dijaga

Azwar menambahkan, keamanan dan ketertiban di Aceh perlu terus dijaga dan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga investor yakin untuk menanamkan modalnya di daerah ini. Investasi baru diperlukan di Aceh, terutama untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Menyangkut tentang imigran gelap dari Myanmar dan Srilanka, menurut Azwar, imigran gelap di Aceh saat ini mencapai 446 orang, terdiri193 orang etnis Rohingya di Kota Sabang dan 198 di Idi, Aceh Timur, 55 orang warga Srilanka di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya.

Terkait kondisi tersebut, CoSPA merekomendasikan aspek politik dan keamanan dari keberadaan imigran gelap di Aceh diserahkan dan diatur sepenuhnya oleh Deplu RI. Aspek kemanusiaan dari kehadiran imigran gelap tersebut diatur oleh Pemerintah Aceh bersama pemkab/pemko dan masyarakat setempat sebagaimana menangani musafir.

Dikatakan, pembauran antara imigran gelap dengan masyarakat setempat perlu dibatasi, demi mencegah timbulnya ekses hukum di belakang hari. Oleh karenanya, para imigran gelap tersebut harus diisolasi di dalam kamp dan tak boleh sebebasnya berinteraksi dengan komunitas lokal.

Penanganan dan pengamanan terhadap imigran di Aceh yang tidak berdokumen resmi sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dan ditangani oleh pihak yang berkompeten. Peserta CoSPA juga merekomendasikan agar Deplu RI segera memutuskan sikap akhir mengenai status para imigran gelap di Aceh untuk direlokasi ke tempat yang semestinya.(irn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...