22 Oktober 2007

REKONSTRUKSI IMAN

Ijlis bina nu’min sa’ah. Itulah kalimat yang pernah diucapkan oleh seorang sahabat benama Muadz bin Jabal yang maksudnya kurang lebih bisa diartikan, ”Mari kita duduk sejenak untuk merekonstruksi iman kita”. Ini merupakan kalimat ajakan yang ditujukan kepada sahabat-sahabat yang lain pada waktu itu, yang bisa jadi waktu-waktu mereka banyak tersita oleh aktivitas-aktivitas yang tidak berkaitan dengan rekonstruksi iman. Inipun menjadi pertanda bahwa urusan rekonstruksi iman tidak berbanding lurus terhadap kedekatan mereka dengan Nabi Muhammad SAW pada kurun zaman yang bersamaan. Oleh karenanya, kita selaku umat Muhammad yang hidup berjarak 14 abad dengan masa hidup beliau SAW, tentunya harus lebih proaktif merekonstruksi iman kita masing-masing.
Ikhwah fiLlah, perbarui iman Anda secara rutin. Rekonstruksi iman ini urgen bagi setiap orang Muslim secara umum dan aktivis Islam secara khusus. Sebab, kadang, karena sibuk mengerjakan tugas-tugas dakwah, atau mempelajari masalah-masalah dakwah, atau memikirkannya, atau mencurahkan segenap tenaga untuk aktivis Islam, atau aktivitas melawan musuh-musuh Islam dengan segala sarana yang disyariatkan Islam, itu membuat aktivis Islam tidak sempat mengurusi hatinya dan memberi perhatian penuh kepadanya. Padahal, orang Muslim berjalan kepada Allah Ta’ala dengan hatinya, bukan dengan orang tubuhnya. Kalaupun organ tubuh mengerjakan kebaikan, maka itu karena kebaikan hati dan semangatnya kepada kebaikan.Jika aspek ini dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan serius, maka aktivis Islam kehilangan ibadah-ibadah batin, misalnya ikhlas. Bahkan, bisa jadi, aktivis Islam tidak punya keikhlasan sejak awal iltizamnya. Ibadah-ibadah batin lainnya, seperti jujur, yakin, zuhud, tawakkal, takut, taubat, menyerahkan diri, dan cinta Allah Ta’ala, juga hilang dari dirinya. Beberapa saat kemudian, sang aktivis ingin kondisi hatinya pulih seperti kondisi semula saat ia awal bergabung ke kafilah dakwah. Itu semua akibat ia tidak memperhatikan hatinya. Jika itu terus terjadi, bisa jadi, Anda melihat sang aktivis banyak membicarakan hal-hal yang tidak berguna, misalnya makan secara berlebihan, atau berinteraksi dengan orang lain bukan karena pertimbangan agama, atau banyak tidur, atau bermalas-malasan, atau tidak berusaha mengatur waktunya, atau menghabiskan waktunya padahal-hal haram atau makruh. Kalaupun waktunya digunakan pada hal-hal mubah, maka itu secara berlebihan dan tanpa memperhatikan aspek agama atau dunia. Ia tidak menggubris perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk merekonstruksi iman, tanpa melihat kualitas iman, amal, dan posisinya di gerakan dakwah.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Perbaruilah iman kalian.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ahmad).
Rasulullah Shalllallahu Alaihi wa Sallam sering bersumpah dengan kalimat, “Tidak, demi Dzat yang membolak-balik hati.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Saya lihat ada kemerosotan pada sebagian aktivis dakwah, atau terjerumus ke dalam lautan syahwat dan syubhat. Kadang, hal ini betul-betul terjadi pada sebagian dari mereka. Penyebabnya tidak lain karena kurang memperhatikan aspek ini, memperbarui iman. Ini tanggung jawab bersama antara individu. Level qiyadah (pemimpin), dan gerakan dakwah secara umum.
Saya seringkali melihat beberapa aktivis mencapai jenjang tertentu di gerakan dakwah dan menghabiskan sebagian umurnya dengan manis bersama dakwah. Setelah itu, ia berbalik dan keluar dari barisan aktivis. Penyebabnya ialah karena ia tidak memperhatikan hatinya. Bagaimana ia berjalan, kehabisan bekal, dan tidak berbekal dengan bekal apa-apa lagi?
Bekal hatinya telah ia gunakan untuk mengarungi salah satu tahapan usianya dan habis di perjalanan. Akibatnya, ia tewas di tempat bahaya, yaitu kesesatan syubhat dan kehinaan syahwat. Beragam penyakit yang menyerang sebagian aktivis Islam di separoh perjalanan dakwah, misalnya cinta dunia, egois padahal dulunya itsar (lebih mementingkan orang lain atas kepentingan pribadi), rakus padahal sebelumnya zuhud dan wara’, bersikap kasar kepada kaum Mukminin padahal sebelumnya bersikap lembut kepada mereka, dekat dengan orang-orang dzalim padahal dulunya dekat dengan orang-orang beriman, ujub, sombong terhadap orang lain padahal sebelumnya rendah hati, congkak, dan menjadikan dirinya sosok penting padahal dulunya ikhlas; itu semua sebabnya karena hati tidak diberi porsi perhatian yang ideal dan iman tidak diperbarui individu, level qiyadah, dan gerakan dakwah itu sendiri. Semuanya bertanggung jawab dalam masalah ini.
Saya tertarik dengan penafsiran seorang syaikh tentang firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.” (An-Nisa’: 136).
Di kajian, yang ia berikan kepada aktivis, saat didera cobaan, ia berkata, “Kok Al-Qur’an minta mereka beriman, padahal mereka sudah beriman? Bahkan, ayat berbunyi, ‘Hai orang-orang beriman, berimanlah.’ Apa makna iman yang dimintakan pada mereka?”
Syaikh itu berkata lagi, “Ayat di atas meminta mereka selalu memperbaharui iman, karena iman perlu diperbaharui secara rutin.”
Posted by 'beranda'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...