10 Januari 2008

Syariat Islam Kita

Muhammad Dayyan, S.Ag


Mengapa syariat Islam sulit diterapkan dan terkesan terus ditentang justru di tengah komunitas muslim? Inilah kesan sekaligus menjadi catatan kecil ketika ikut konfrensi internasional “syariat Islam dan tantangan global” yang berlangsung 20 Juli 2007 lalu di Banda Aceh. Pelaksanaan syariat Islam di bumi Aceh, serambi mekkah, sejatinya ibarat embun di padang tandus nan memberi harapan bagi tanaman yang kering kerontang. Namun fakta masih mimpi karena syariat terpinggir oleh birokrasi berwajah garang. Kemolekan syariat berubah pucatpasi karena ambisi pemeluknya terutama elit di Aceh.
Wajah syariat terbenamkan oleh arogansi politik. Ayunan cambuk bukan menyentuh jiwa yang bebal, ilmu hanya menjadi milik ulama dan cendikia, si miskin terus saja merintih dalam kezaliman, keadilan menjadi barang mahal meskipun pemimpin silih berganti, namun tidak menjadi teladan. Aceh adalah notaben masyarakat muslim. Senyatanya syariat bergelora dalam setiap jiwa sekaligus menjadi inspirasi setiap kebijakan yang ada. Namun apa dinyata, beragam maksiat dalam modusnya makin merajalela. Perampokan, pembunuhan dan perzinaan dan maksiat terus menghiasi halaman media. Kasus KKN, pengabaian simiskin hanya formula baru dari kebiasaan lama dalam birokrasi kita.
Diskriminasi, ketidakadilan masih saja bersembunyi di bawah meja pengadilan. Ironisnya, kita sebagian memarahi syariat Islam. “Apa salah syariat Islam?” Sebagian lain menjadi hakim jalanan bak pendekar. Siapa yang salah? Dari catatan konfrensi itu, ada tiga hal membuat syariat terus ditentang. Pertama, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap syariat Islam. Biar keroknya adalah kesenjangan pendidikan kita, terutama pendidikan agama ditengah masyarakat. Juga dualisme pendidikan dan keringnya muatan agama disetiap jenjang pendidikan. Pada sisi lain sistim pendidikan yang sedang berjalan masih jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri (baca: pendidikan).
Abduh Imam, guru besar hukum Islam Al-Azhar Kairo Mesir, mengatakan, apabila kita (umat Islam) ingin mengembalikan kejayaan Islam, maka kita harus mengembalikan kepribadian muslim sebagaimana yang dicontohkan pada generasi pertama. Yaitu menjadikan Islam sebagai petunjuk, akidah, pemikiran, perasaan, konsepsi, cita-cita, tujuan, tingkah laku dan perbuatan seorang muslim dalam hidupnya. Jalan ini hanya mampu dilalui oleh masyarakat muslim dengan memahami Alquran dan sunnah Rasullah. “Bab ilmu didahulukan dari bab ucapan dan perbuatan”, kata Imam Bukhari dalam kitab al-‘Ilm yang dikutip Prof Abduh Imam Menurut Syekh Abduh, untuk menciptakan masyarakat yang mampu melaksanakan syariat Islam, maka pemerintah berkewajiban menciptakan sekolah-sekolah dan masjid-masjid dengan fasilitas yang memadai sebagai tempat dimana generasi muslim akan dididik.
Seluruh elemen masyarakat harus saling membantu bukan saling menyalahkan. Membantu agar tumbuh tunas unggul dengan teratur dalam masyarakat. Ibarat tubuh yang sehat, yang puncaknya dapat menegakkan kebenaran dan berhukum dengan syariat Allah. Kedua, syariat lebih menonjolkan sisi sangarnya yang cenderung garang pada masyarakat kecil. Hampir semua yang mengerti syariat mendakwahkan ajaran yang serba haram dengan sejumlah sanksi. Sedikit sekali yang memberikan solusi atas berbagai persoalan keseharian yang dihadapi oleh masyarakat.
Menarik menyimak kembali pandangan syekh Abduh Imam, bahwa syariat bersifat ideal, global dan kekal yang berisi dasar-dasar pensyariatan, akhlak yang dapat mengangkat manusia ke derajat kesempurnaan. Datang dari Allah kepada semua suku bangsa dan semua generasi. Karena syariat Islam memenuhi maslahat (jalan keluar) manusia di setiap tempat maupun masa. Syariat menyentuh semua aspek kehidupan bukan hanya soal jilbab, khalwat, judi, maisir. Sifatnya universal, global dengan menggunakan cara-cara yang manusiawi secara sempurna untuk transformasi kemanusiaan secara total--dari masa kemasa, dari sistim ke sistim yang lain, dengan menggunakan Alquran dan Sunnah sebagai pijakan utama.
Abduh Imam mengutip pandangan Ibnu Taimiyah, mengatakan syariat Islam dan tantangan dunia global, sebagaimana risalah Muhammad Saw adalah risalah yang global bagi seluruh manusia. Apakah bangsa Arab maupun ajam, raja maupun hamba sahaya, ulama maupun orang biasa termasuk bangsa jin. Risalah ini akan terus kekal hingga hari kiamat. Tidak seorangpun luput dari kewajiban mengikuti dan mentaati risalah ini, melaksanakan apa yang telah disyariatkan dan apa yang telah disunnahkan dengan melakukan perintah dan meninggalkan larangan.
Bahkan para Nabi terdahulu sekalipun, jika mereka masih hidup juga wajib mengikuti dan mentaatinya. Demikian sebaliknya kalau melanggar akan mendapatkan ganjaran sesuai ketentuan tanpa diskriminasi. Ketiga, pemerintah dan seluruh aparaturnya pada seluruh level, saat ini sangat miskin keteladanan. Padahal rakyat rindu keteladanan dari pemimpinnya. Rindu akan sikap yang ramah setiap berurusan dengan aparatur pemerintah. Rindu prilaku pemimpin yang melayani rakyat dengan amanah, jujur, cepat dan tranparan. Sekarang ini murid masih sulit menemukan keteladanan dari gurunya, anak-anak dan remaja tidak mendapatkan keteladanan dari keluarganya.
Memberi keteladanan
Bahwa satu sisi pemerintah ingin syariat Islam tegak dengan ditaati oleh masyarakat dalam seluruh aspek kehidupannya. Namum pemerintah sendiri tidak memberi keteladanan dalam pelayanan publik. Ini kemudian menimbulkan resistensi makin menajam terhadap pelaksanaan syariat Islam. Kunci utama optimalnya implementasi syariat Islam adalah tergantung pada keteladanan dari pemimpin, ulama, guru, cendikiawan. Ditentukan akhlak dan keluhuran budipekerti yang ditampilkan mereka pada seluruh aspek sistim pemerintahan dan kesehariannya.
Akhlak adalah kemolekan Islam (the beuty of Islam) yang belum tampak dalam implementasi syariat Islam di Aceh, ujar Adiwarman Karim yang menjadi salah seorang narasumber konferensi Internasional syariat Islam itu. Sesungguhnya akhlak melahirkan magnit yang membuat orang tunduk pada ajakan pemimpin tanpa harus dipaksa. Allah ‘azza wajalla berfirman “...sekiranya kamu bersikap keras niscaya mereka lari dari sisimu” (QS.AliImran, 159). Misi Rasul Saw adalah menyempurnakan akhlak melalui keteladanannya. Dengan akhlak itu akan diikuti umat sampai saat ini. “Apabila telah datang pertolongan Allah maka kamu lihat manusia berduyun-duyun menuju kepada kemenangan...” (QS.Al Fath,1-4).

Penulis adalah Alumnus Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kirimkan Komentar, kesan dan pesan anda untuk memjadi bahan agar situs ini makin baik kedepan...